Pendidikan yang ideal hakikatnya selalu bersifat “antisipatif” dan “prepatoristik”, yakni selalu mengacu ke masa depan, dan selalu mempersiapkan generasi muda untuk kehidupan masa depan yang jauh lebih baik, bermutu, dan bermakna (Buchori, 2001). Sungguhpun demikian, apa dan bagaimana pendidikan ideal dengan sifatnya yang antisipatif dan prepatoristik seperti itu, berbeda bagi setiap bangsa dalam melihat dan menghadapi masa depannya.
Pendidikan yang ideal bagi bangsa Indonesia, setidaknya menurut Undang-Undang No.20/2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang mampu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (psl. 3). Buchori (2001a) menengarai bahwa sifat sistem pendidikan ideal yang antisipatif dan prepatoristik seperti itu telah kehilangan momentum untuk mengikhtiarkan pembentukan dan pengembangan kesadaran akan harkat dan martabat bangsa. Hasil analisis dan refleksi Supriyoko (2001) juga mengungkapkan bahwa pendidikan nasional gagal atau tidak berhasil menghasilkan kader-kader bangsa yang berkemauan tulus dan berkemampuan profesional.
Pendidikan IPS sebagai salah satu komponen programatik di dalam kurikulum sekolah, sesungguhnya banyak diharapkan untuk mendukung tercapainya tujuan ideal pendidikan. Hal ini sejalan dengan apa yang dikedepankan oleh NCSS (2007), bahwa tidak ada satupun cabang kurikulum sekolah yang lebih sentral daripada IPS. Sejarah dan pertumbuhan penting dari IPS semenjak abad lampau merupakan sebuah catatan yang sangat membanggakan, serta memberikan suatu keyakinan bahwa IPS hingga kini tetap sangat dibutuhkan bagi anak. Stanley (2005:7) di dalam pengantar buletin NCSS no. 95 berjudul “Review of Research in Social Studies Education 1983-2005”, juga berpandangan bahwa “sungguhpun semua mata pelajaran di sekolah bernilai atau berharga bagi anak, akan tetapi tidak ada yang lebih mendasar dan lebih penting dari pada pendidikan IPS”. Namun realita di lapangan menunjukkan bahwa pelaksanaan kurikulum IPS-SD 2006, sebagai sebuah bentuk inovasi pendidikan nasional, masih dihadapkan pada berbagai persoalan yang terkait dengan belum adanya keterpaduan model atau acuan dalam mengorganisasikan materi serta menilai hasil pembelajaran IPS itu sendiri. Sejumlah aspek yang dipandang sebagai korelat-korelat kurang efektifnya pembelajaran IPS-SD di dalam mendukung tercapainya tujuan ideal pendidikan, tercermati dari berbagai hasil penelitian dan analisis-reflektif pakar pembelajaran IPS.
Hasan (2006; 2007) misalnya memandang bahwa model pengorganisasian materi IPS-SD kurang memuat masalah sosial, budaya, dan nilai dalam hidup keseharian anak, dan lebih berorientasi pada penguasaan struktur keilmuan (sumber keilmuan) daripada realitas sosial budaya keseharian sebagai sumber nilai ajukan bagi anak, terlalu sarat beban muatan, kurang sesuai dengan motivasi dan orientasi belajar anak. Pembelajaran IPS di sekolah dasar juga belum sepenuhnya dipandang mampu mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan membentukan karakter atau kepribadian umum, sebagai dua hal yang sudah seharusnya menjadi kepedulian dalam pengembangan pembelajaran IPS pada masa mendatang (Bunyamin, 2007; Stanley, 2004).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar