Salah satu pendekatan pembelajaran pengetahuan sosial yang dapat memfasilitasi dan menumbuhkembangkan kompetensi, keterampilan sosial, dan keterampilan berkomunikasi berdasarkan karakteristik nilai-nilai masyarakat setempat adalah pendekatan sosial - budaya. Agar pembekalan pengetahuan dan keterampilan sosial-budaya pada siswa dapat terlaksana dengan baik dan optimal, perlu didukung oleh perangkat pembelajaran IPS yang berorientasi pada akomodasi dan implementasi nilai-nilai social-budaya lokal yang valid, praktis, efektif, dan sesuai dengan karakterisrik kurikulum 2006. Hal ini semakin dipandang urgen untuk dilakukan, mengingat selama ini belum ada pendekatan dan perangkat pembelajaran IPS – SD yang berorientasi pada akomodasi dan implementasi nilai-nilai social-budaya lokal yang valid, praktis, efektif, dan sesuai dengan kurikulum 2006.
Sejalan dengan kajian konseptual dan empiris di atas, ada sejumlah temuan penelitian yang layak untuk dikedepankan untuk memperkuat kerangka berpikir serta urgensitas dari penelitian ini yaitu: (1) penelitian Bunyamin (2006) pada siswa sekolah dasar di kota Bandung menunjukkan bahwa: pembelajaran IPS-SD masih jauh dari substansi dan perannya sebagai media pembentukan dan pelatihan siswa menjadi warga negara yang sociotable, karena guru sangat jarang mengangkat masalah-masalah actual yang ada di masyarakat sekitarnya, (2) penelitian McComack (2007) terhadap siswa grade 6 di kota Manila menunjukkan bahwa: materi pembelajaran social studies (IPS) masih gersang dari pesan-moral dan pelatihan pemahaman budaya setempat, sehingga menjadikan siswa semakin asing dengan budaya masyarakat dimana mereka dibesarkan. Selanjutnya dikatakan pula bahwa: guru dalam melakukan penilaian hasil belajar masih menjadikan model penilaian formal (dengan tes uraian singkat dan pilihan ganda) sebagai satu-satunya perangkat, sehingga menjadikan siswa tertekan secara psikologis dalam belajar IPS, dan (3) penelitian Dantes, dkk. (2008) terhadap siswa SMP di Provinsi Bali menunjukkan bahwa: pembelajaran IPS yang dikembangkan oleh guru belum mampu mengakomodasi nilai-nilai multikultur masyarakat, sehingga perolehan belajar siswa masih terbatas pada pengenalan nama-nama tokoh, tempat dan peristiwa, serta babakan tahun yang sangat memberatkan siswa dalam mempelajari materi IPS.
Tidak jauh berbeda dengan beberapa temuan penelitian di atas, penelitian Sukadi (2007) menunjukkan bahwa: hampir 87 % guru SD di Kabupaten Buleleng belum memiliki pemahaman dan keterampilan yang memadai dalam melaksanakan kurikulum 2006, sehingga pembelajaran yang dilakukannya masih mengacu pada “kebiasaan lama”. Sementara Lasmawan (2007) dalam salah satu kesimpulan penelitiannya menyatakan bahwa: banyak guru sekolah dasar tidak memiliki dokumen kurikulum 2006, sehingga dalam merancang dan melaksanakan pembelajarannya mereka masih menganut “pola lama”, yang artinya belum ada inovasi yang dilakukan oleh guru terkait dengan pemberlakuan kurikulum 2006.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar