Pendidikan IPS dalam kurikulum sekolah dasar (SD) di Indonesia pertama kali digunakan tahun 1975. Sementara pada kurikulum sekolah dasar tahun 1968 belum muncul istilah ilmu pengetahuan sosial (IPS) sebagai mata pelajaran, namun dalam kurikulum SD sebelumnya, tahun 1968 sudah menyajikan ilmu bumi, sejarah dan kewargaan negara. Sebelum lahirnya kurikulum tahun 1975, di Indonesia sudah dikenal pula beberapa istilah yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan sosial, seperti Civics dalam kurikulum 1962 dan Pendidikan kewarganegaraan dalam kurikulum 1968 sebagai nama dari rumpun mata pelajaran sejarah, geografi, dan ekonomi (Suwarma, 1991: 32). Selain beberapa istilah di atas, dikenal pula sebutan studi sosial untuk pengajaran ilmu pengetahuan sosial di semua jenjang pendidikan.
Mengenai pengertian IPS, Hasan (2006) dalam makalahnya tentang telaah Kurikulum IPS-SD, mengemukakan dua pengertian IPS, yaitu: Pertama, kelompok yang menghubungkan Pendidikan IPS dengan ilmu-ilmu sosial. Kelompok ini dapat dibagi ke dalam tiga aliran, yaitu: (1) aliran yang berpendapat IPS adalah ilmu sosial, karena itu sekolah harus mengajarkan sejarah, geografi, politik, ekonomi, dll., (2) aliran yang berpendapat IPS merupakan fusi dari berbagai disiplin ilmu sosial sehingga tidak lagi dikenal adanya batas-batas dari setiap disiplin ilmu, (3) aliran yang menginginkan IPS sebagai disiplin khusus dengan tokohnya Jarome S. Bruner seorang ahli psikologi perkembangan dan psikologi belajar kognitif. Kelompok kedua, adalah kelompok yang menganggap IPS tidak perlu merupakan sesuatu yang berhubungan dengan ilmu sosial, karena itu disiplin ilmu di luar ilmu-ilmu sosial bisa saja dijadikan sumber. Secara akademis IPS erat kaitannya dengan ilmu sosial. Ilmu sosial merupakan ilmu pengetahuan yang membahas hubungan manusia dengan masyarakat dan juga membahas tingkah laku manusia dalam masyarakat.
Mengenai pengertian IPS, The Board of Directors of the National Council for the Social Studies (NCSS), the Primary Membership Organization for the Social Studies Educator, menyatakan bahwa: Social studies is the integrated study of the social sciences and humanities to promote civic competence (NCSS, 2007). Selanjutnya dikatakan pula bahwa: social studies yang diberikan secara terkoordinasi dan sistimatis dalam program pendidikan sekolah, pada dasarnya mengandung berbagai disiplin ilmu, seperti antropologi, arkhiologi, ekonomi, ilmu bumi, sejarah, hukum, filsafat, ilmu politik, psikologi, agama, dan sosiologi yang berkaitan dengan kehidupan manusia. Sementara Depdiknas (2006) mengatakan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah mata pelajaran yang mempelajari kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan kajian geografi, ekonomi, sejarah, antropologi, sosiologi, dan tata negara.
Chapin and Messick (2001) menyatakan: “Traditionally the social studies draw upon seven diciplines: history, geography, economics, political science, antropho-logy and psychology”. Disamping itu IPS juga sering disebut studi sosial yang merupakan bidang kajian yang menelaah gejala dan masalah-masalah yang dihadapi oleh manusia dalam masyarakat. "The social studies program is focused on the interaction of people with each other and with their human and natural environment" (NCSS, 2007). Ada juga yang mengatakan, ilmu pengetahuan sosial merupakan bidang dari ilmu sosial yang digunakan siswa untuk membahas masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. "The social studies are those of portions of social science that are selected for use in teaching in elementary and secondary schools" (Welton and Mallan, 1996: 71). Ilmu sosial yang banyak mewarnai dan sering digunakan dalam IPS adalah geografi, sejarah, ekonomi, antropologi, ilmu politik, dan sosiologi (Hasan, 2006).
Berdasarkan pandangan dan pendapat di atas, tampaknya kurikulum IPS SD tahun 2006 menganut aliran kedua dalam kelompok pertama sebagaimana yang dikatakan oleh Hasan (2007), yang berpandangan bahwa IPS merupakan fusi dari berbagai disiplin ilmu sosial sehingga tidak lagi dikenal ada batas-batas setiap disiplin ilmu. Selanjutnya dikatakan pula bahwa pembelajaran IPS pada jenjang sekolah dasar bersifat integrated, sehingga materi yang dibelajarkan dalam IPS merupakan akumulasi dari sejumlah disiplin ilmu sosial. Pembelajaran IPS lebih menekankan pada aspek “pendidikan” daripada concept transfers. Artinya, bahwa penekanan dalam pembelajaran IPS bukan pada bagaimana siswa mampu menghafal konsep, data, dan fakta semata-mata, melainkan bagaimana guru mampu mengembangkan iklim pembelajaran yang memungkinkan siswa memperoleh pemahaman yang komprehensif mengenai materi yang dibelajarkan, dan mengembangkan serta melatih sikap, nilai, moral, dan keterampilan-keterampilan sosial yang dimilikinya secara optimal. (Hasan, 2007; NCSS, 2007; Van Cleaf, 1991). Dengan demikian pembelajaran IPS harus diformulasikan dan ditekankan pada aspek kependidikannya. Beranjak dari beberapa pengertian di atas, dalam hubungannya dengan penelitian ini pengertian IPS yang digunakan adalah pengertian IPS sebagaimana yang terdapat dalam kurikulum 2006, yang memberikan pengertian IPS sebagai mata pelajaran yang merupakan perpaduan dari sejumlah mata pelajaran sosial yang mengajarkan pengetahuan, nilai, sikap, dan keterampilan kepada siswa untuk memahami lingkungan dan masalah-masalah sosial di sekitarnya, serta sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (Puskur, 2006).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar